Search This Blog

Thursday, 16 January 2025

Kesalahan Bangsa Papua Mengharapkan Solusi Datang dari Sumber dan Biang Masalah


Barak Karobagwe, West Papua Town, Port Moresby

Seringkali, kita terjebak dalam pola pikir di mana kita berharap solusi untuk masalah datang dari pihak yang sama yang menciptakan masalah tersebut. Hal ini dianggap sebagai kesalahan strategis, dan ada beberapa alasan mengapa pendekatan ini sering kali tidak efektif:

1. Ketidakmampuan untuk Berubah

Pihak yang menciptakan masalah biasanya memiliki vested interest (kepentingan) yang akan terancam jika mereka diminta untuk mengubah cara mereka beroperasi. Dengan kata lain, mereka mungkin tidak memiliki motivasi yang cukup untuk mengubah hal-hal yang telah menjadi kebiasaan atau cara mereka bekerja.

Dalam konteks di mana pihak yang menciptakan masalah merasa terancam untuk mengubah cara operasional mereka, sejumlah kata-kata dan tindakan mungkin muncul sebagai refleksi dari sikap mereka:

Kata-kata yang mungkin muncul:

  • Defensif: Mereka mungkin menggunakan pernyataan yang menunjukkan bahwa mereka merasa diserang, seperti "Kami sudah melakukan yang terbaik" atau "Ini bukan kesalahan kami".
  • Penolakan: Mengatakan hal seperti "Tidak ada masalah yang nyata" atau "Kami tidak setuju dengan penilaian tersebut".
  • Pengalihan: Mengalihkan pembicaraan dengan kata-kata seperti "Mari fokus pada hal-hal positif" atau "Kita harus melihat keberhasilan yang telah dicapai".
  • Minimalisasi: Menggunakan ungkapan seperti "Ini hanya masalah kecil" atau "Tidak perlu dibesar-besarkan".

Tindakan yang bisa mereka lakukan:

  • Berusaha mempertahankan status quo: Melanjutkan dengan praktik yang ada tanpa perubahan meski ada masukan untuk perbaikan.
  • Mengabaikan umpan balik: Tidak mengindahkan kritik atau saran yang diberikan oleh pihak lain.
  • Menciptakan argumen untuk mempertahankan cara lama: Menyajikan data atau statistik untuk menunjang bahwa metode mereka yang sekarang lebih efektif.
  • Membuat kebijakan baru yang tidak substansial: Mengeluarkan pernyataan kebijakan baru yang tampak progresif tetapi tidak mengubah cara kerja yang sebenarnya.

2. Kurangnya Perspektif Eksternal

Pihak yang terlibat dalam suatu masalah mungkin tidak memiliki perspektif yang objektif. Ketika kita berharap solusi datang dari mereka, kita mungkin kehilangan sudut pandang yang berharga yang bisa diberikan oleh pihak luar, yang dapat lebih memahami dampak dan memberikan solusi yang lebih holistik.

3. Mengabaikan Akuntabilitas

Mengandalkan sumber dan biang masalah untuk memberikan solusi juga dapat menciptakan situasi di mana akuntabilitas tidak dipegang. Tanpa adanya tantangan atau dorongan untuk bertanggung jawab, masalah sering kali tidak terselesaikan karena tidak ada insentif untuk melakukan evaluasi diri atau memperbaiki keadaan.

Pernyataan ini menyiratkan bahwa bergantung pada sumber atau pihak yang menciptakan masalah untuk memberikan solusi dapat menyebabkan kurangnya akuntabilitas. Dalam konteks ini, beberapa poin penting yang dapat diambil adalah:

  • Kurangnya Tanggung Jawab: Jika pihak yang menyebabkan masalah tidak diharuskan untuk bertanggung jawab, mereka mungkin merasa tidak perlu berupaya mencari solusi atau memperbaiki kesalahan.
  • Minimnya Evaluasi Diri: Tanpa adanya dorongan atau tantangan untuk melakukan refleksi terhadap tindakan dan keputusan yang diambil, para pihak tersebut tidak akan merasa perlu untuk mengevaluasi diri mereka. Ini dapat mengarah pada pengulangan kesalahan yang sama tanpa adanya kemajuan.
  • Insentif untuk Perbaikan: Ketika tidak ada insentif yang jelas untuk memperbaiki keadaan, ada kemungkinan bahwa pihak-pihak tersebut akan tertinggal dalam cara beroperasi mereka, menghindari perubahan, dan mempertahankan kebiasaan yang tidak produktif.
  • Dampak pada Solusi: Ketika akuntabilitas rendah dan evaluasi diri tidak dilakukan, solusi yang dihasilkan cenderung tidak efektif karena tidak dipandu oleh analisis yang jujur terhadap masalah yang ada.
Dalam situasi seperti ini, penting untuk mendorong adanya sistem akuntabilitas yang kuat serta membangun dorongan untuk evaluasi diri agar masalah dapat ditangani dengan lebih efektif. Apakah ada aspek tertentu dari topik ini yang ingin Anda bahas lebih lanjut?

4. Memperburuk Situasi

Mengharapkan solusi dari sumber masalah bisa memperburuk situasi. Jika pihak tersebut melihat bahwa mereka tidak perlu melakukan perubahan untuk memenuhi harapan, mereka mungkin semakin mengabaikan masalah yang ada, yang mengarah pada situasi yang lebih buruk bagi semua yang terlibat.

Dalam konteks masalah Papua yang melibatkan kepentingan Barat, kepentingan Indonesia, dan harapan masyarakat Papua untuk solusi, terdapat beberapa dampak yang mungkin terjadi:
Dampak yang Mungkin Terjadi:
  • Stagnasi dalam Penyelesaian Masalah: Jika masyarakat Papua mengharapkan solusi dari pihak luar (barat) dan juga dari pemerintah Indonesia, ini dapat menyebabkan stagnasi. Tanpa ada inisiatif dari pihak yang memiliki kepentingan langsung untuk melakukan perubahan, masalah terus berlanjut tanpa ada penyelesaian yang berarti.
  • Peningkatan Ketergantungan: Harapan yang berlebihan terhadap pihak luar dapat menimbulkan ketergantungan. Masyarakat Papua mungkin merasa tidak berdaya untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri dan bergantung pada bantuan eksternal, yang bisa memperburuk situasi.
  • Pertentangan Kepentingan: Ketika ada kepentingan yang bertentangan antara negara-negara Barat dan Indonesia, posisi masyarakat Papua bisa terpinggirkan. Mereka mungkin tidak memiliki suara yang cukup kuat untuk mengungkapkan kebutuhan dan harapan mereka dalam perundingan yang melibatkan kepentingan politik dan ekonomi.
  • Radikalisasi: Ketidakpuasan yang terus menerus dapat mendorong beberapa kelompok di Papua untuk mengambil langkah-langkah ekstrem, seperti radikalisasi atau gerakan separatis, yang pada gilirannya dapat memperburuk konflik.

Krisis Identitas dan Kultural: Masyarakat Papua mungkin mengalami krisis identitas jika mereka merasa diabaikan oleh sistem yang ada. Harapan terhadap pihak luar dan ketidakmampuan untuk mempengaruhi situasi mereka sendiri dapat menyebabkan alienasi budaya dan sosial.

Mengatasi Dampak Tersebut:

  • Mendorong Dialog: Sangat penting untuk menciptakan ruang dialog antara semua pihak yang terlibat—pemerintah Indonesia, negara-negara Barat, dan masyarakat Papua—untuk menciptakan pemahaman dan menemukan solusi yang berkelanjutan.
  • Memberdayakan Masyarakat Papua: Sediakan program pemberdayaan yang memungkinkan masyarakat Papua untuk mengatasi masalah mereka sendiri, memperkuat kepemimpinan lokal dan meningkatkan kapasitas dalam pengambilan keputusan.
  • Menyusun Model Kerjasama yang Adil: Dorong kepentingan asing dan pemerintah Indonesia untuk berpartisipasi dalam solusi yang inklusif dan adil, dengan mempertimbangkan hak dan kebutuhan masyarakat Papua.
  • Meningkatkan Pendidikan dan Kesadaran: Sediakan pendidikan dan informasi yang relevan untuk meningkatkan kesadaran di kalangan masyarakat Papua tentang hak-hak mereka, serta cara untuk memperjuangkan kepentingan mereka dengan cara yang konstruktif.

Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan dapat dicapai, yang tidak hanya menguntungkan pihak-pihak yang berkepentingan tetapi juga masyarakat Papua itu sendiri. Jika Anda ingin mendalami lebih lanjut atau membahas aspek lain, silakan beri tahu!

Kesimpulan

Sangat penting untuk menyadari bahwa solusi yang efektif sering kali memerlukan perspektif yang berbeda dan kemauan untuk mengambil langkah baru. Mencari bantuan dari pihak ketiga, menciptakan dialog terbuka, dan membangun kesadaran serta akuntabilitas adalah langkah-langkah krusial untuk menemukan solusi yang sesungguhnya. Dengan demikian, kita dapat keluar dari lingkaran setan yang disebabkan oleh mengharapkan solusi dari sumber masalah itu sendiri.
Nah, dalam persoalan yang dihadapi bangsa Papua di West Papua, kita perlu identifikasi baik, siapa sumber dan biang keladi masalah dan dengan demikian kita mampu berspekulasi untuk Solusi datang dari mana dan bagaimana kita bersikap untuk itu. Kalau tidak demikian maka kita akan memelihara masalah oleh kita sendiri, dan sambil itu kita mengharapkan Solusi datang dari si penyebab dan biang keladi masalah itu sendiri. Ini sebuah kekonyolan.


Friday, 2 August 2024

Here are list of PNG's reserve BUSINESS ACTIVITIES under the Law.


(Cross check on Asians penetration in your
birth rights)

The Regulations of the Investment Promotion Act 1992 as amended contain a list of business activities which are restricted to citizens and or national enterprises.
The list may be reviewed from time to time. Activities restricted to citizen enterprises only make up the Cottage Business Activities List (CBAL).
The CBAL replaces what used to be called the Reserved Activities List.
Foreign enterprises cannot conduct business in activities listed under CBAL.
1). AGRICULTURE
• Cultivation and growing of vegetables and other market produce with annual sales of K50,000 or less.
• Farming of animals with annual sales of K50, 000 or less.
• Poultry farming with annual sales of K50,000 or less.
• Hunting, trapping and game propagation
including related services activities.

2). FORESTRY, LOGGING AND RELATED ACTIVITIES
• Gathering of wild growing forest materials including balata and other rubber-like gums; cork; lac, resins and balsams; rattan; vegetable hair and eel grass; acorns and horse-chest nuts; mosses, lichens and cut
evergreen trees used for festive occasions; saps; bark; herbs; wild fruits; flowers and plants; leaves; needles; reeds; roots; or other wild growing materials.
• Wok about (mobile)sawmill.
WILDLIFE
•Hunting or collecting of non-protected fauna,
including insects, shells, animal teeth, tusks,
feathers, declared sedentary organisms and
similar products and living or dead fauna.
3). FISHING
•Fishing on a commercial basis in coastal and
inland waters. “Coastal” means within three
miles off the shoreline.
• Taking of marine or fresh water crustaceans
and molluscs. Hunting of aquatic animals such
as turtles, sea squirts and other tunicates, sea
urchins or other echinoderms and other
aquatic invertebrates.
• Gathering of marine materials such as natural
pearls, sponges, coral and algae.
4). MINING
• Alluvial Mining
5). CATERING
• Mobile food delivery service.
6). WHOLESALE AND RETAIL TRADE
•Wholesale and retail sale of wild growing forest materials including balata and
other rubber- like gums; cork; lac, resins; and balsams; rattan; vegetable hair and eel grass;acorns and horse chestnuts; mosses,
lichen sand cut evergreen trees used for festive
occasions; saps; barks; herbs; wild fruits; flowers and plants; leaves; needles; reeds; roots; or other wild growing materials.
• Retail sale through stalls, tucker shops and
markets.
• Wholesale and retail sale of secondhand clothing and footwear.
• Retail sale carried out from a motor vehicle or motorcycle.
• Wholesale and retail sale of handicrafts and artifacts.
• Repair of footwear when not done in combination with manufacture or wholesale or retail of these goods.
7). OTHER COTTAGE BUSINESS ACTIVITIES WEAVING
•The activity includes, but is not limited to, weaving of canes products, textiles, baskets, nets, dishes, ropes and bags that are saleable
at home, street markets or retail outlets on a
fee.
😎./BILUM MAKING
•Making of string bags (bilums) from traditional
bush ropes and cottons taking traditional and
contemporary designs that are saleable at home, street market or retail outlet on a fee.
9). KNITTING
•The activity includes knitting of textiles,
wearing apparels, cloth, garment, designs,
fabrics and decorations that are saleable at home, street market or retail outlet on a fee.
10). ART AND CRAFT
•All sorts of handcrafts and artistic designs that
are saleable at home, street market or retail outlet on a fee.
11).CARVING
• Wood carvings and sculptures on a fee
(contract) or assorted carvings that are saleable at home, street market or retails outlet
on a fee.
12). POTTERY MAKING
•All sorts of pottery products including clay pots, cups, mugs, dishes, plates, sculptures and other art forms that are saleable at home, street markets or retail outlet on a fee.
13). PAINTING
• All sorts of painting in any shape, type and form including portrait paintings, screen paintings, sand paintings, oil paintings saleable at home, street markets or retail outlet on a Fee.
14). SCREEN PRINTING
• Screen printing of designs including emblems, logos, traditional and contemporary Art forms, commemorations and special events on apparels including laplaps, shirts, T-shirts and other garments and textile materials, suited to the event, situation or purpose they relate that are saleable at home, street markets or retail outlet on a fee.
15). SEWING
• Sewing of garments, textile materials, wearing apparels, cloths and fabrics that are
saleable at home, street market or retail outlet
on a fee.
16). JEWELLERY MAKING
• Making of simple jewellery products including necklaces, ear rings, rings, arm bands, primarily from sea shells, tusks and beads for sale at home, street markets or retail outlet on
a fee.
17). BAKING
• Baking of fresh bakery products including
bread loaves, cakes, pies, cookies and scones
saleable at home, street market or retail on a
fee.
18). COFFEE PULPING
• Coffee pulping using manual pulping machine with the beans saleable at buying points or at coffee depots.
19). HUNTING OF CROCODILES AND PROCESSING OF SKINS
• Hunting and processing of crocodile skins for
sale at established market outlets.
20). OPERATION OF TYRE REPAIR SERVICE
•Operation of small Tyre Repair Shops, where
not done as incidental to the core business of
Maintenance and repairs.
For further information on the CBAL please contact:
The Director
Business Information & Facilitation Division
(BIFD)
Investment Promotion Authority
Tel: (675) 321 7311/ 321 3900
Fax: (675) 320 2262
Email: bif@ipa.gov.pg
Website: www.ipa.gov.pg
(Complied by Mr Rex Pepon Aigilo)

Saturday, 27 July 2024

This is a simple car called "Bajaj" in Jakarta

Wednesday, 26 July 2023

OLD-BOM.toyota stout was first introduced into the country in 1968 by Ela motors

In Mount Hagen, Papua New Guinea today.
21 𝐽𝑢𝑙𝑦, 2023.

Unbelievable OLD-BOM.toyota stout was first introduced into the country in 1968 by Ela motors.

The National truck dealers, the first shipment of 12 brand new Toyota stout was first ordered by Leahy bothers for new coffee plantations project in the wagi Valley area.

One of these decomposed Toyota stout drove into Banz town with 20 dry coffee bag all the way from Demang Border to Banz town with titanic roaming sound moving the crowd and largely stole the attention of the of Banz,traffic.

It was powered by solar energy. If they can restore it, it might value over some money💵
Veronica Vagi

Source: The Pacific Guardian

Monday, 26 June 2023

Nomadic Splendor: The Enigmatic Beauty of Tuareg Jewelry

Renowned as master silversmiths, the Tuareg hold silver in high regard, considering it the metal of the prophet. Some Tuareg women even refrain from wearing gold, fearing it may bring ill fortune. Within their meticulously crafted yet deceptively simple designs, Tuareg artisans often incorporate exotic woods like ebony. Their expertise in silversmithing is so esteemed that even Hermès has sought the services of tribal craftsmen to fashion belt buckles.

Their designs often incorporate exotic woods like ebony, resulting in intricately worked yet seemingly simple jewelry. 
The craftsmanship of Tuareg silversmiths is highly regarded, to the extent that even prestigious brands like Hermès have enlisted tribal artisans to create belt buckles.

The Tuareg tribe's captivating jewelry has intrigued customers upon first sight. The use of beads and leather in their designs gives a distinct tribal feel, while the geometric shapes and clean lines exhibit a touch of art deco sophistication. Tuareg jewelry is a unique fusion of influences from Moorish Spain, Morocco, and Mali, owing to the nomadic heritage of the Tuareg people.

For centuries, the Tuareg have traversed the expansive Sahara Desert, engaging in trade and encountering diverse cultures. They have traded salt, indigo fabric, camels, and agricultural goods, which has exposed them to various artistic traditions and craftsmanship techniques. Despite being an Islamic society, the Tuareg men wear veils, and the women's indigo clothing has led to their nickname as the "Blue Men."

The cross is a prevalent symbol in Tuareg pendants, but it carries a different meaning than in Christianity. Instead of a religious symbol, the cross represents the four corners of the earth and serves as a compass in the afterworld. This reflects the Tuareg's acknowledgment of the uncertainty of their nomadic lifestyle.

Leatherwork is another remarkable aspect of Tuareg culture, particularly in the creation of amulet pouches worn around the neck. These pouches feature elaborate embossing and are adorned with fringe or tassels, showcasing the Tuareg's attention to detail. Some pouches are made of metal and bear constellations or verses from the Koran etched onto them.

Tuareg jewelry encompasses a wealth of history, culture, and beauty. It tells the story of a nomadic people whose journeys have shaped their artistic expression. Whether it be new designs or vintage pieces, the allure of Tuareg jewelry lies in its ability to transport us into a world filled with rich traditions and extraordinary craftsmanship.

#Tuareg #UnitedStatesOfAfrica

Thursday, 25 May 2023

Air Niugini seeks long term plan of reducing airfares

National airline Air Niugini is currently looking at long-term plans of reducing its airfares.

During the recent Air Niugini networking event for its travel and ticketing agents in Port Moresby, acting chief executive officer Gary Seddon said as part of Air Niugini’s longer-term efforts to reduce airfares, Air Niugini is introducing new and more fuel-efficient aircraft to their inventory.

He said Air Niugini will continue to effectively manage expenditure and ensure the successful integration of new aircraft and crew.

“We need more seats on more efficient aircraft, to help us to reduce airfares.

“This significant fleet replacement program will see the acquisition of 13 aircraft over the next five years, including the Boeing 787 Dreamliner.

“Before that, Air Niugini will add two more Boeing 737-800 aircraft to the fleet, as well as four Dash-8 Q400 turboprops. These aircraft will arrive by September,” Mr Seddon said.

He said that they will restore integrity in their schedule and confidence in their service.

“We are also strengthening our capacity and are actively recruiting pilots and cabin crew.

Our plans also heavily depend on the development of domestic airport infrastructure – runways in some centres need to be strengthened and lengthened,” he said.

Mr Seddon said since he joined the airline, Air Niugini has commenced a skills enhancement program to improve customer service for all front-line employees, including ground staff and cabin crew.

“Air Niugini has also established a leadership program with the first of many future airline leaders commencing the program shortly.

“The airline is committing K40m to training over the next 3 years. With this training, we are defining the winning competencies to make Air Niugini the best airline in the region.

“This is a very exciting time for Air Niugini, there is a lot to do, and I am very grateful to have a wealth of knowledge and experience in the management team to embrace the challenges and opportunities ahead,” Mr Seddon said.